Jumat, 31 Oktober 2014

Unsur-Unsur Pancasila sebagai Sistem Filsafat, perbandingan filsafat pancasila dengan system filsafat lainnya didunia



Unsur-Unsur Pancasila sebagai Sistem Filsafat, perbandingan filsafat pancasila dengan system filsafat lainnya didunia
Pengertian Filsafat
Secara etimologis istilah “filsafat”bersal dari bahasa Yunani “philelin” yang artinya “cinta” dan “sophos” yang artinya “ hikmah atau kebijaksanaan atau wisdom”. Jadi secara harfiah istilah filsafat mengandung makna cinta kebijaksanaan. Keseluruhan arti filsafat meliputi berbagai masalah yang dapat dikelompokkan menjadi dua macam yakni sebagai berikut:

Filsafat sebagai produk yang mencakup pengertian
• Filsafat sebagai jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari para filsuf dari zaman dahulu yang lazimnya merupakan suatu aliran atau system filsafat tertentu misalnya: nasionalisme, rasionalisme, hedonisme dan lain sebagainya.
• Filsafat sebagai suatu jenis masalah yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktivitas berfilsafat. Jadi manusia mencari suatu kebenaran yang bersumber pada akal manusia.
• Filsafat merupakan suatu kumpulan paham yang hanya diyakini, ditekuni dan dipahami sebagai suatu sistem nilai namun lebih merupakan suatu aktivitas berfilsafat, suatu proses yang dinamis dengan menggunakan metode tersendiri. Berikut cabang-cabang filsafat yang pokok adalah sebagai berikut : metafisika yang membahas hal-hal yang dibalik fisis, epistemologi yang membahas berkaitan dengan persoalan hakikat penegetahuan, metodologi yang berkaitan dengan persoalan hakikat metode dalam ilmu pengetahuan, logika yang berkaitan dengan filsafat berpikir yakni rumus, dalil-dalil berpikir yang benar, etika yang berkaitan dengan tingkah laku, estetika yang berkaitan dengan hakikat keindahan.
Inti isi Sila pancasila
1.  Sila Pertama
Dalam sila ketuhanan yang maha esa terkandung makna bahwa negara didirikan sebagai perwujudan manusia sebagai mahluk tuhan
2.  Sila Kedua
Dalam sila kedua mengandung makna bahwa negara harus menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai mahluk yang beradab.
3.  Sila ketiga
Dalam sila ketiga mengandung makna bahwa negara terbentuk atas manusia-manusia yang saling bersatu.
4.  Sila keempat
Dalam sila keempat mengandung makna nilai demokrasi yang secara mutlak harus dilaksanakan dalam hidup bernegara.
5.  Sila kelima
Terkandung makna yang merupakan nilai-nilai yang merupakan tujuan bersama sebagai tujuan negara.


C. Pengetahuan Sistem Filsafat, Perbandingan dengan Sistem Filsafat Lainnya.
Sistem adalah suatu kesatuan prosedur atau komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, bekerja sama sesuai dengan aturan yang diterapkan, sehingga membentuk suatu tujuan yang sama.
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan.
Sistem Filsafat adalah kumpulan atau kesatuan pemikiran/ajaran yang saling berhubungan dan mampu menjangkau seluruh realitas yang ada, mencakup pemikiran teoritis tentang realitas adanya tuhan, alam, dan manusia, untuk mencapai tujuan tertentu. Pancasila dikatakan sebagai Sistem Filsafat, karena di dalamnya terdapat nilai-nilai Ketuhanan (theologi), nilai manusia (antropologi), nilai kesatuan (metafisika, yang berhubungan dengan pengertian hakekat satu), kerakyatan (hakekat demokrasi) dan keadilan (hakekat keadilan).
Secara filosofis, Pancasila sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar epistemologis dan dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem filsafat yang lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme, komunisme, idealisme dan lain-lain paham filsafat di dunia.
1.      Dasar Ontologis Sila-sila Pancasila
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak, oleh karena itu hakikat dasar ini juga disebut sebagai dasar antropologis. Subjek pokok pendukung sila-sila Pancasila adalah manusia.
2.      Dasar Epistemologis Sila-sila Pancasila
Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu sistem pengetahuan. Kalau manusia merupakan basis ontologi Pancasila maka dengan demikian mempunyai implikasi terhadap bangunan epistemologis dari Pancasila. Terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologis, yaitu : pertama tentang sumber pengetahuan manusia, kedua tentang teori kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang watak pengetahuan manusia.
Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
3.      Dasar Aksiologis Sila-sila Pancasila
Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Menurut Notonegoro, nilai-nilai tersebut dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1.      Nilai Material : segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
2.      Nilai Vital : segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan.
3.      Nilai Kerohanian : segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia yang dapat dibedakan atas empat tingkatan sebagai berikut:
·         Nilai kebenaran : nilai yang bersumber pada akal, rasio, budi atau cipta manusia.
·         Nilai keindahan/estetis : nilai yang bersumber pada perasaan manusia.
·         Nilai kebaikan/moral : nilai yang bersumber pada unsur kehendak (will, wollen, karsa) manusia.
·         Nilai religius : nilai kerohanian tertinggi dan bersifat mutlak yang berhubungan dengan kepercayaan dan keyakinan manusia serta bersumber pada wahyu Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan jika dibandingkan dengan filsafat-filsafat lainya yaitu :
1.      Materialisme
Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Dengan kata lain Materialisme merupakan paham atau aliran yang menganggap bahwa dunia ini tidak ada selain materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu.

2.      Liberalisme
Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.
Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.
3.      Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu.


4.      Komunisme
Komunisme merupakan sebuah ideologi. Berikut ini pembahasan mengenai komunisme.
1.      Paham yang menganut ajaran Karl Marx yang bercita-cita menghapus hak milik perseorangan dan mengganti hak milik secara bersama (dikontrol pemerintah).
2.      Religiusisme mempunyai pengertian sebagai paham atau keyakinan akan adanya kekuatan gaib yang suci, menentukan jalan hidup dan mempengaruhi kehidupan manusia yang dihadapi secara hati-hati dan diikuti jalan dan aturan serta norma-normanya dengan ketat agar tidak sampai menyimpang atau lepas dari kehendak jalan yang telah ditetapkan oleh kekuatan gaib suci tersebut.
3.      Utilitarianisme” berasal dari kata Latin, utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat tersebut harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
4.      Sosialisme adalah paham yang bertujuan membentuk negara kemakmuran dengan usaha kolektif yang produktif dan membatasi milik perseorangan.
5.      Kata kapitalisme berasal dari capital yang berarti modal, dengan yang dimaksud modal adalah alat produksiseperti misal tanah, dan uang. Dan kata isme berarti suatu paham atau ajaran. Jadi arti kapitalisme itu sendiri adalah suatu ajaran atau paham tentang modal atau segala sesuatu dihargai dan diukur dengan uang.
6.      Idealisme adalah suatu ajaran/faham atau aliran yang menganggap bahwa realitas ini terdiri atas roh-roh (sukma) atau jiwa.
1.      Adanya suatu teori bahwa alam semesta beserta isinya adalah suatu penjelmaan pikiran.
2.      Untuk menyatakan eksistensi realitas, tergantung pada suatu pikiran dan aktivitas-aktivitas pikiran.
3.      Realitas dijelaskan berkenaan dengan gejala-gejala pisikis seperti pikiran-pikiran, diri, roh, ide-ide, pikiran mutlak, dan lain sebagainya dan bukan berkenaan dengan materi.
4.      Seluruh realitas sangat bersifat mental (spiritual, psikis). Materi dalam bentuk fisik tidak ada.
5.      Hanya ada aktivitas berjenis pikiran dan isi pikiran yang ada. dunia eksternal tidak bersifat fisik.

Rabu, 15 Oktober 2014

Dinamika Aktualisasi Pancasila Sebagai Dasar Negara dan dinamika pelaksanaan UUD 1945 serta analisa khasus sidag DPR “pilkada”



Dinamika Aktualisasi Pancasila Sebagai Dasar Negara dan dinamika pelaksanaan UUD 1945 serta analisa khasus sidag DPR “pilkada”

1.1 Dinamika aktualisasi Pancasila sebagai dasar negara
            Pancasila sebagai dasar Negara berkembang melalui suatu proses yang cukup panjang. Pada awalnya bersumber dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yaitu dalam adat istiadat, serta dalam agama-agama dalam pandangan hidup bangsa. Oleh karena itu nilai-nilai pancasila telah diyakini kebenarannya kemudian diangkat menjadi dasar Negara sekaligus sebagai ideology bangsa dan Negara Indonesia. Oleh karena itu pancasila, senantiasa melekat dalam kehidupan bangsa dan Negara Indonesia.
            Sebagai sebuah ideologi, pancasila tidak bersifat tertutup (statis) terhadap berbagai perubahan atau pemikiran-pemikiran baru. Pancasila bersifat terbuka (dinamis) yang mampu menyesuaikam dengan berbagai perubahan zaman ataupum pemikiran.
                 Pada saat berdirinya negara Republik Indonesia, kita sepakat mendasarkan diri pada ideologi Pancasila dan UUD 1945 dalam mengatur dan menjalankan kehidupan negara. Namun sejak Nopember 1945 sampai sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959 pemerintah Indonesia mengubah haluan politiknya dengan mempraktikan sistem demokrasi liberal.Dengan kebijakan ini berarti menggerakan pendelum bergeser ke kanan. Pemerintah Indonesia menjadi pro Liberalisme.Deviasi ini dikoreksi dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan keluarnya Dekrit Presiden ini berartilah haluan politk negara dirubah. Pendelum yang posisinya di samping kanan digeser dan digerakan ke kiri.Kebijakan ini sangat menguntungkan dan dimanfaatkan oleh kekuatan politik di Indonesia yang berhaluan kiri (baca: PKI)
 Hal ini tampak pada kebijaksanaan pemerintah yang anti terhadap Barat (kapitalisme) dan pro ke Kiri dengan dibuatnya poros Jakarta-Peking dan Jakarta- Pyong Yang. Puncaknya adalah peristiwa pemberontakan Gerakan 30 September 1965. Peristiwa ini menjadi pemicu tumbangnya pemerintahan Orde Lama (Ir.Soekarno) dan berkuasanya pemerintahan Orde Baru (Jenderal Suharto). Pemerintah  Orde Baru berusaha mengoreksi segala penyimpangan yang dilakukan oleh regim sebelumnya dalam pengamalan Pancasila dan UUD 1945. Pemerintah Orde Baru merubah haluan politik yang tadinya mengarah ke posisi Kiri dan anti Barat menariknya ke posisi Kanan. Namun regim Orde Barupun akhirnya dianggap penyimpang dari garis politik Pancasila dan UUD 1945, Ia dianggap cenderung ke praktik Liberalisme-kapitalistik dalam menggelola negara. Pada  tahun 1998 muncullah gerakan reformasi yang dahsyat dan berhasil mengakhiri 32 tahun kekuasaan Orde Baru. Setelah tumbangnya regim Orde Baru telah muncul 4 regim Pemerintahan Reformasi sampai saat ini. Pemerintahan-pemerintahan regim Reformasi ini semestinya mampu memberikan koreksi terhadap penyimpangan dalam mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 dalam praktik bermasyarakat dan bernegara yang dilakukan oleh Orde Baru.

1.2              Dinamika Pelaksanaan UUD 1945
Undang-undang dasar 1945 yang berlaku di Indonesia dalam dua kurun waktu, yaitu yang pertama pada saat ditetapkannya oleh PPKI pada tanggal 13 Oktober 1945 dengan berdasarkan peraturan pmerintah No. 2 tanggal 10 Oktober dan diberlakukan surat mulai 17 Agustus 1945 sampai dengan berlakuknya konstitusi RIS pada saat pengakuan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949. Kemudian kurun waktu yang kedua yaitu sejak diumumkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 sampai sekarang. Masa ini juga terbagi dalam dua orde yaitu orde lama dan orde baru, dan masa era global. Kurun waktu berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 telah tercatat pengalaman gerak pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar 1945. Dinamika pelaksanaan UUD 1945 ini mengalami beberapa masa setelah kemerdekaan, yaitu masa awal kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru dan masa era global.

1.2.1        Masa Awal Kemerdekaan
UUD 1945 sebagai dasar hukum tertulis dalam gerak pelaksanaannya pada kutun waktu 1945-1949, jelas tidak dilaksanakan dengan baik, karena bangsa Indonesia sedang dalam masa pencarobe, dan dalam usaha membela dan mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diproklamirkan. Sejak berlakunya UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, maka pada saat itu berlaku tata hukum lama. Dan untuk mengganti seluruh tata hukum peninggalan kolonial dalam UUD 1945, pasal II aturan Peralihan menyatakan, “Segala badan negara dan perturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
Penyimpangan konstitusional yang dapat dicatat dalam kurun waktu 1945-1949 dan yang pertama berubahnya fungsi komite nasional pusat dari pebantu presiden menjadi badan  yang diserahi kekuasaaan legislatif dan ikut menentukan garis-garis besar haluan negara berdasarkan maklumat wakil presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945. Yang ekdua berdasarkan perubahan sistem kabinet presidential menjadi kabinet parlementer. Berdasarkan usul badan pekerja komite nasional pusat (BPKNIP) tanggal 11 November 1945, yang kemudian dinuatakan oleh Presiden dan diumumkan dengan Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945, sestem kabinet presidensial berdasarkan UUD 1945 diganti dengan sistem kebinet parlementer.

1.2.1.1  Sistem Presidensial
Sistem pemerintahan RI menurut UUD 1945 tidak menganut suatu sistem dari negara manapun, akan tetapi terdapat suatu sistem khas bangsa Indonesia. Hal ini dapat diketahui dari isi, baik Pembukaan, batang tubuh dan penjelasan maupun dari pembicaraan-pembicaraanpada waktu perencanaan, penetapan dan pengesahan Undang-Undang Dasar 1945. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan tertinggi dibawah MPR. Presiden adalah kepala pemerintahan sehingga menurut  konstitusi ketatanegaraan ini, pemerintahannya adalah Presiden.
Sistem ketatanegaraan yang kepala pemerintahannya adalah Presiden dinamakan sistem presidensial, UUD 1945 mempergunakan sistem presidensial. Sistem ini berlangsung intuk pertama kalinya pada 18 Agustus sampai dengan 14 November 1945.

1.2.1.2  Penyimpangan UUD 1945
Badan Pekerja KNIP mengusulkan kepada Presiden agar sistem pertanggungjawaban mentri kepada parlemen dengan pertimbangan sebagai berikut.
1.    Dalam UUD 1945 tidak terdapat satu pasalpun yang mewajibkan atau melarang mentri bertanggung jawab.
2.    Pertanggungjawaban kepada badan perwakilan rakyat itu adalah suatu jalan untuk memperlakukan kedaulatan rakyat.
Perkambangan parlementer pemerintah tidak berjalan sebagaimana diharapkan dalam Maklumat Penerintah 14 November 1945. Hal ini disebabkan keadaan oleh politik dalam negri dan keamanan negara, seperti terjadi penculikan Perdana Mentri Sultan Syahir tanggal 2 Oktober 1946, serangan umum Belanda terhadap RI tahun 1947, dan pemberontakan G 30/S PKI di Madiun. Keadaan politik ini memaksa Presiden mengambil alih kekuasaan menjadi sistem pemerintahan presidensial.

1.2.2        Masa Orde Lama
Pada bulan September  dan Desember 1955, diadakan pemilihan umum masing-masing memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Konstituante. Tugas Konstituante adalah untuk membuat suatu Rancangan Undang-Undang Dasar sebagai penganti UUDS 1950, yang menurut pasal 134 akan ditetapkan secepatnua bersama-sama dengan Pemerintah.
Untuk mengambil keputusa mengenai Undang-Undang Dasar, maka Pasal 137 UUDS 1950 menyatakan sebagai berikut.
a.         Untuk mengambil putusan tentang Rancangan Undang-Undang Dasar Baru, maka sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota Konstituante harus hadir.
b.        Rancangan tersebut diterima jika disetujui oleh sekuang-kurangnya 2.3 dari jumlah anggota yang hadir.
c.         Rancangan yang telah diterima oleh Konstituante, dikirimkan kepada Presiden untuk disahkan olah Pemerintah.
d.        Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu dengan segera, serta mengumumkan Undang-Undang Dasar itu dengan keluhuran.
Saran untk kembali kepada UUD 1945 itu pada hakukatnya dapat diterima oleh para anggota Konstituate, namun dengan berbagai pancangan. Pertama, menerima saran kembali kepada UUD 1945 secara UTUH, dan yang kedua menghendaki kembalinya kata “dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluk.
Dalam masa orde lama, Presiden aelaku pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang kekuasaan legislatif bersama-sma dengan Dewan Perwakilan Rakyat telah menggunakan kekuasaannya dengan tidak semestinya. Presiden mengeluaekan produk legislatif yang pada hakikatnya adalah undang-undang dlam bentuk penetapan Pesiden tanpa persetujuan DPR. Terdapat pula penyimpangan-penyimpangan yang terjadi antara lain:
a.         MPR dengan ketetapan No. I/MPRS/1960 telah mengambil putusan menetapkan pidato Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” yang lebih dikenal dengan manifesto politik Rpublik Indonesia.
b.        MPRS telah mngambil putusan mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup. Hal ini bertentangan dengan ketentuan UUD 1945 yang menetapkan masa jabatan Presiden lima tahun.
c.         Hak budget DPR tidak berjalan, karena setelah tahun 1960 pemerintah tidak mengajukan rancangan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR.
d.        Pimpinan lembaga-lembaga negara dijadikan mentri-mentri negara, sedangkan Presiden sendiri menjadi anggota DPA, yang semuanya tidak sesuai dengan ketentuan UUD 1945.
Penyimpangan ini jelas bukan saka mengabaikan tidak berjalannya sistem yang ditetapkan dalam UUD 1945, melainkan juga telah mengakibatkan membutuknya keadaan politik dan keemasa serta terjadinya kemerosotan ekonomi yang mencapai digagalkan melalui kekuatan-kekuatan yang melahirkan pemerintahaan orde baru.

1.2.3        Masa Orde Baru
Dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, PKI telah dua kali mengkhianati negara, bangsa dan dasar negara. Atas dasar itu, rakyat menghendaku dan menuntut dibubarkannya PKI, namun pimpinan negara waktu itu tidak mau mendengarkan dan tidak mau memenuhi tuntutan rakyat, sehingga timbul situasi poliik yang memanas.
Dengan dipelopori oleh pemuda/mahasiswa, rakyat menyampaikan tri tuntutan rakyat (Tritura), yaitu sebagai berikut:
a.         Bubarkan PKI.
b.        Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI.
c.         Turunkan harga-harga.
Gerakan memperjuangkan tritura ini makin hari makin meningkat, sehingga pemerintah semakin terdesak. Pada tanggal 11 Maret 1966 Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Letnan Jendral TNI Soeharto (Mentri Penglima Angkatan Darat). Lahirnya surat perintah sebelas maret (Supersemar) ini dianggap sebagai lahirnya pemerintahan orde baru. Orde baru lahi dengan tekad awalnua adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyatrakat, bangsa, dan negara Indonesia atas dasar pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Lahirnya Supersemar telah membubarkan PKI dan ormas-ormasnya dan mengadakan koreksi terhadap penuimpangan, sehingga pemerintah dengan knstitusional, yaitu melalui sidang MPRS yang telah menhasilkan berikut:
a.         Pengukuhan Supersemar.
b.        Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya.
c.         Penegasan Kembali Landasan Kebijakan Politik Luar Negri.
d.        Pembaharuan Kebijakan Landasan Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan.
e.         Pancabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dar Presiden Soekarno.
f.         Pengangkatan Soehato sebagai Presiden sampai terpilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.

1.2.4        Masa Era Globalisasi
Laica Marzuki (1999) berpendapat bahwa dalam menuju Indonesia baru yang demokratis, UUD 1945 perlu diamandemen, dengan pertimbangan :
a.         UUD 1945 adalah sementara, sebagaimana tatkala PPKI mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945 dalam rapatnya tertanggal 18 Agustus 1945.
b.        UUD 1945 menumbuhkan figur Presiden yang diktatorial, hal ini terlihat dalam Pasal 7 yang dapat digunakan oleh Soehart untuk memegangi jabatan Presiden selama 32 tahun.
c.         Mahkamah Agung perlu diperbrkali hak menguji undang-undang, dengan kedudukan Presiden yang kuat dalam sistem pemerintahan presidensial.
Sebagai usaha untuk mengembalikan kehidupan negara yang berkedaulatan rakyat berdasarka UUD 1945, salah satu aspirasi yang terkandung didalan semangat Reformasi adalah melakukan amandemen terhadap UUD 1945, maka pada awal globalisasi MPR telah mengeluarkan seperangkat ketetapan secara landasan konstitusionalnya, yaitu sebagai berkut.
a.         Pencabutan ketetapan MPR tentang Referandum.
b.        Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden.
c.         Pernyataan hak asasi manusia.
d.        Pencabutan Ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4 dan penetapan tentang penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara.
e.         Perubahan Pertama UUD 1945 pada tanggal 19 Oktober 1999.
f.         Perubahan kedua UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 2000.
g.        Sumber Hukum dan tata Urutan Perundang-Udangan.
h.        Perubahan Ketiga UUD 1945 pada tanggal 1 – 10 November 2001.
i.          Perubahan Keempat (trakhir) UUD 1945 pada tanggal 1 – 11 Agustus 2002.
Dengan pengesahan Perubahan UUD 1945, MPR telah menuntaskan reformasi konstitusi sebagai suatu langkah demoktasi dalam upaya menyempurnakan UUD 1945 mejadi konstitusi yang demokratis, sesuai dengan semangat zaman yang mewadahi dinamika perkambangan zaman.

1.3              Analisis Sidang DPR Mengenai Pilkada Langsung
Sidang Paripurna DPR pada bulan September kemarin mambahas mengenai Undang-Undang Pilkada dengan pemimpin daerah dipilih secara langsung oleh DPRD. Putusan Pemilihan kepala daerah ini mendapatkan dukungan dari beberapa partai politik dengan 226 anggota DRP RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang.  
Hal tersebut sangat disayangkan bahkan sangat memalukan karena sidang tersebut ricuh dan sangat tidak konsudif. Wakil rakyat bersikap tidak memiliki kewibawaan layaknya seorang pemimpin yang seharusnya memiliki intelektual, karena Pemimpin seharusnya dapat memberkan contoh yang baik kepada rakyatnya sesuai dengan norma yang berlaku. Keputusan ini menyebabkan banyak pihak bahwan sebagian bangsa Indonesia kecewa, sehingga masalah ini masih mencari cara untuk menolak atau mengagalkan ke Mahkamah Konstitusi.
Pemikiran yang dewasa dan luas harus dimiliki oleh setiap pemimpin, tidak hanya memikirkan diri sendiri, tidak hanya uang saja yang dipikirkan. Jabatan menjadi sasuatu hal yang harus dapat dipertanggung jawabkan dan diamanatkan, bukan disalah gunakan sehingga lupa kepada tanggung jawab. Gajih sudah cukup besar, namun masih banyak yang melakukan tindakan yang melanggar hukum. Seharusnya, meskipun adanya perbedaan pendapat antara keputusan pilkada langsung dan tidak langsung lebih baik dipikirkan secara matang dan demokratis, demi kepentingan bersama dan untuk kepentingan seluruh Bangsa Indonesia.