KOTA BERBASIS EKOLOGI ENERGI HIJAU
Faktor terpenting dalam permasalahan
lingkungan sebuah kota adalah besarnya populasi manusia atau kecepatan laju
pertambahan penduduk, sebab dengan tingkat pertambahan penduduk yang tinggi,
kebutuhan pangan dan bahan bakar industri serta transportasi akan meningkat,
yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan kota.
Strategi yang diperlukan dalam pembangunan kota hemat energi adalah efisiensi,
intensifikasi, konservasi, revitalisasi di dalam upaya menyelaraskan
pembangunan kembali kota (sustainable
urban redevelopment movement). Beberapa klaim bahwa kota berbasis energi
akan mengurangi ketergantungan pada mobil pribadi, perlindungan pada daerah
pori-pori dan daerah hijau, akses yang lebih baik kepada fasilitas dan layanan
kota dengan lokasi hunian yang berbasis ekologi.
ENERGI HIJAU
Sumber daya geologi yang dimanfaatkan sebagai penghasil
energi sebuah kota, terbentuk di alam baik secara langsung maupun tidak
langsung, yaitu dengan memanfaatkan kemampuan sumber daya manusia dalam
menciptakan teknologi agar dapat dirubah dan dikonversikan menjadi energi
kehidupan. Energi diperlukan bagi setiap kota dan makhluk di bumi karena memiliki
kemampuan melakukan usaha atau kerja. Sumber daya geologi yang dapat digunakan
sebagai energi yaitu minyak bumi, gas alam, batubara, panas bumi, air, mineral
radioaktif, angin, gelombang air laut, dan radiasi matahari
Yang perlu diperhatikan dalam pembangunan dan perencanaan
kota inti, satelit dan suburban yang berbasis energi hijau adalah pencemaran
udara, ada 9 jenis bahan pencemaran udara dari bahan bakar energi yang dianggap
penting, tiga diantaranya sangat dominan dan banyak dilepaskan pada saat pembakaran
bahan bakar fosil, yaitu : kelompok Oksida carbon yang terdiri dari atas carbon
monoksida [CO] dan karbon dioksida [CO], kelompok Oksida sulfur yang terdiri
atas sulfur dioksida [S] dan sulfur trioksida [SO] serta kelompok Oksida
nitrogen yang terdiri atas nitrogen oksida [NO], dan dinitrogen oksida [N2O].
Energi hijau diperlukan dalam upaya menekan laju CO2 di
udara, Energi hijau adalah energi bersih, ramah terhadap lingkungan, polutannya
tidak menambah beban lingkungan biosfer dan geosfer. Energi ini bisa berasal
dari air, hydrotermal, hydropower, geothermal, angin, matahari, sampah,
biomassa, biofuel, hingga pemanfaatan gelombang panas matahari dan air laut.
Terbatasnya sumber energi fosil yang menyebabkan perlunya pengembangan energi
terbarukan dan konservasi energi hijau [non-fosil] yang berasal dari alam dan
dapat diperbaharui.
Dengan penggunaan energi hijau merupakan bagian dari
konsep kota hemat energi juga merupakan salah satu konsep perencanaan kota
hunian yang humanis, harus terintegrasi dengan stasiun transportasi dan
prasarana fasilitas publik agar dapat mencapai kota ramah lingkungan.
EKOLOGI HIJAU
Proses pemanasan bumi yang menimbulkan perubahan iklim
telah memberikan ancaman kehancuran bumi yang sebenarnya, ancaman itu berasal
dari konsentrasi yang makin bertambah dari karbon dioksida (CO2) dan
gas rumah kaca. Bahaya besar yang mengancam umat manusia dan biosfer adalah
pertambahan panas yang dipompa kedalam lingkungan lebih cepat dari yang dapat
dipancarkan kembali ke ruang angkasa, semakin tinggi peningkatan temperatur
bumi semakin besar perubahan karakteristik permukaan bumi yaitu lapisan es
kutub akan menyusut, kekeringan dan penenggelaman beberapa pulau, dan sangat
membahayakan bagi Pulau-pulau kecil di Indonesia.
Pada tingkatan global, kota-kota yang ada dan tumbuh
berkembang sekarang, hampir semua indikator itu bersifat negatif, karena tidak
berbasis energi hijau dengan pola arsitekstur tata ruang hijau berupa penataan
lingkungan eko-geologi dan green
construction sehingga akan ada dampak. Sebagai contoh, misalnya sekitar
20 hingga 30 persen spesies tumbuh-tumbuhan dan hewan berisiko punah di
Indonesia jika temperatur meningkat lagi naik 2,7 derajat Fahrenheit atau
setara 1,5 derajat Celcius. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena wilayah
Indonesia menyimpan potensi aneka hayati dan flora sebagai keseimbangan utama
paru-paru bumi di dunia.
Krisis ekologi perlu dimasukkan sebagai faktor utama
dalam pembangunan kota yang berbasis hijau dengan mengutamakan semua lingkungan
tata ruang harus terdapat dan berbasis ekologi hijau berupa taman kompleks
perumahan, halaman rumah yang hijau, taman paru-paru kota, taman/koridor jalan,
taman evakuasi, taman sanggahan bencana, taman pertanian dan kehutanan abadi
serta taman tata ruang air berkelanjutan. Dengan konsep berbasis ekologi energi
hijau disetiap wilayah kota yang berbentuk kota Suburban maupun sebagai
rangkaian kota Satelit akan memberikan efek pengurangan energi ke lingkungan
berupa penekanan pemakaian kendaraan pribadi, mendorong penduduk untuk naik
sepeda, berjalan kaki, mengurangi pemakaian pendingin buatan seperti AC, rumah
tanpa AC. Membatasi penggunaan AC mobil pribadi.
Pembangunan tata ruang ekologi harus juga
mempertimbangkan pembangunan hunian vertikal maupun horizontal sebagai sarana
kebutuhan sosial ekonomi terutama konsep fungsi lahan campur yaitu mendekatkan
lahan fungsi hunian dengan fasilitas pelayanan umum dengan jarak tempuh yang
hemat waktu yang memungkinkan kendaraan non motorisasi seperti berjalan kaki,
bersepeda dengan tatanan ruang hijau yang menyejukan serta dimudahkan dengan
sarana transportasi misalnya stasiun yang bersistem transit dengan lokasi
layanan fasilitas publik agar dapat mereduksi mobilitas kendaraan dan mereduksi
dana transportasi.
TRANSPORTASI HEMAT
Penggunaan energi alternatif bagi sarana transportasi
dari energi hijau terbarukan dapat memberikan sumbangan yang sangat signifikan
bagi lingkungan di bumi dalam menahan laju kerusakan lapisan ozon di
geostrosfer, pengurangan efek rumah kaca dan penurunan kerusakan degradasi
ekologi lingkungan dan mencegah kerusakan sumber-sumber daya hayati dan
pengurangan tingkat keasaman air hujan dan mengendalikan pola sirkulasi air
bawah dan atas permukaan.
Kebijakan transportasi dan tata guna lahan yang erat
dengan ide kota kompak yang menunjukkan pentingnya melihat kondisi perkembangan
kota yaitu salah satu adalah pola pergerakan/transport, dan pola tata guna
lahan. Namun hal ini, belum terlihat jelas di berbagai kota di Sumatera Utara,
contoh yang paling dekat kota Mebidang-Karo [Medan, Binjai, Deli Serdang, dan
Karo] atau Juga Mebidang-Segisisi [Sergai, Tebing Tinggi, Simalungun dan
Pematang Siantar], wilayah diperbatasan kota ini harusnya memiliki
pengkoordinasian layanan publik terdekat, banyak ditemukan dan dibangun rumah
tumbuh. Memerlukan mobilitas transportasi yang tinggi, sebagai contoh,
perhatikan aktivitas masyarakat setiap hari jam kerja dari pinggir ke inti kota
yang berjarak ke tujuan sejauh 15-45 km, dengan waktu antara 20-60 menit dalam
keadaan normal.
Mobilitas masyarakat modern ditandai dengan semakin
berkembangnya sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan antar
wilayah. Kepadatan kendaraan yang menggunakan bahan bakar minyak [BBM] perlu
diperhitungkan dalam mengendalikan dampaknya terhadap krisis lingkungan, yaitu
pola kenaikan emisi polutan sisa pembakatan BBM ke lingkungan. Dan kita sudah
tahu, situasi ketika memasuki daerah tujuan sering ditemukan antrian panjang
kendaraan yang banyak menghasilkan polutan dari pemanasan dan pemborosan bahan
bakar yang menjadi bentuk pencemaran udara ke lingkungan hidup, terdapat
penggunaan 75 persen energi berasal dari sumber-sumber pemakaian BBM.
Kenaikan densitas penduduk ini perlu disertai dengan
usaha penyatuan berbagai macam kegiatan dalam area yang sama (mixed use development), sehingga
penduduk yang tinggal di mana pun di dalam kota akan mampu terlayani secara
baik oleh sebuah sistem unit transportasi. Sistem transportasi umum yang
intensif akan membantu dalam menyelesaikan masalah kerusakan lingkungan dalam
kota akibat transportasi manusia, selain mendorong berbagai kegiatan kota lebih
aktif.
Besaran dan akses kota mutlak diperlukan. Sebagai
pengendali jarak maupun waktu tempuh kegiatan kota sekaligus usaha untuk
memudahkan pengkoordinasian (smart
urban management). Medan harusnya menjadi pioner bagi kota disekitarnya,
karena sebagian penduduknya bermukim dikawasan pinggiran dan bekerja di inti
kota dengan mendata akses mobilitas para pekerja yang sesuai dengan kondisi
tempat keberadaan waktu yang diperlukan.
Tulisan anda apa punya orang? Tulis Sumbernya, jangan plagiat
BalasHapusSaya ingatkan agar semua mengambil tulisan saya di blog paluemasgeolog akan saya tuntut secara hukum dan moral
BalasHapus